Senin, 28 April 2014

Kampung Kreatif Sukaruas

Kalian tau gak sih di Tasik itu ada daerah, namanya Rajapolah? Iya, Rajapolah, bukan Ratupolah. Iya, yang jual kerajinan kerajinan khas Tasik itu loh. Kerajinan yang biasanya terbuat dari bambu, pandan laut, ataupun kayu. Rajapolah itu kalo dari arah Jakarta, Tasik, ada di setelah daerah Ciawi dan sebelum Kota Tasikmalaya. 
Sumber
Tapi di sini saya nggak akan bahas Rajapolah-nya, saya mau bahas tempat pembuatan kerajinannya. Kebetulan selama tiga hari kemarin, sekolah saya mengadakan 'Rihlah Iqtishadiyyah' atau dikenal juga dengan 'Wisata Ekonomi/Kewirausahaan'. Hari pertama, kami mengunjungi Sukahaji yang ada di Cihaurbeuti, mempelajari cara berwirausaha yang baik, juga mempelajari (apa sekedar tau aja?) cara membuat donat, bolen dan roti. Hari kedua kami berkunjung ke Deden batik di mitra Batik Tasikmalaya. Nah, di hari ketiga kami diajak oleh para panitia Rihlah ini untuk berkunjung ke kampung Sukaruas di desa Sukaraja (daerah Rajapolah tapi masuk lagi ke dalemnya.. Iya sih pedaleman begitu sampe sinyal tri saja kecekek), di mana kami diberitahu cara pembuatan kerajinan dari anyaman.

Kami berangkat dari sekolah sekitar jam 08.30. Perlu kalian ketahui kalau sekolah saya itu terletak di Kota Tasikmalaya, tepatnya di Sambongjaya, Mangkubumi. Jadi untuk sampai ke daerah Sukaruas tersebut, kami perlu waktu sekitar satu jam. Kami memakai angkot yang sudah khusus dipesan untuk mengantarkan sampai tujuan. Dasar saya memang suka pakai angkot dan tidur di angkot, selama perjalanan saya tidur, meskipun seisi angkot berisik sekali karena di dalamnya perempuan semua.

Peta Kampung Kreatif Sukaruas. Sumber
Memasuki kawasan Sukaraja, saya terbangun karena angkot berguncang lebih hebat daripada sebelumnya. Jalannya cukup bergelombang parah dan hanya muat untuk satu mobil dan satu motor. Akhirnya saya bangun dan memerhatikan sekitar. Daerah ini masih sejuk. Meskipun ada sinar matahari yang terasa hangat di kulit, udara yang terhirup rasanya berbeda dibanding yang biasa kami hirup di daerah Sambongjaya, meskipun Kota Tasik ini terhitung masih asri. Udara di Sukaraja ini masih lebih alami.

Melihat pemandangan sekitar, saya teringat ingin mengabarkan keadaan saya di Desa ini kepada seseorang. Namun ketika saya cek telepon genggam, di bar signal tertulis tanda x. Sinyal tri tidak cukup kuat menempuh segala rintangan di desa ini, yang terhalang pepohonan pisang dan bambu, juga jalan yang nanjak-mudun sekaligus bergelombang.

Sesampainya kami di lokasi, kami disambut oleh beberapa orang bapak-bapak yang terlihat resik dan berwibawa. Salah seorang dari bapak-bapak tersebut memandu kami untuk masuk ke sebuah rumah yang cukup besar dan sejuk, di depannya ada papan bertuliskan 'PKKS'. Kami pun bertanya-tanya apa itu PKKS. Bapak-bapak yang memandu kami ini punya selera humor yang cukup tinggi, dan bisa berbahasa arab sedikit-sedikit. Beruntung, bahasa arab yang kami jarang gunakan belum luntur dari ingatan.

Sebelum acara dimulai, guru ekonomi kami, Pak Sunjaya mengabsen kami satu-persatu.


Untuk sekedar memastikan apakah ada anak yang ketinggalan di jalan atau tidak.

Selanjutnya, kami diberi sambutan yang cukup panjang oleh Pak Andi, selaku Sekertaris I di PKKS ini. (cmiiw)

Ternyata, PKKS ini adalah kepanjangan dari 'Paguyuban Kampung Kreatif Sukaruas'. Paguyuban ini bukan tempat produksinya, hanya wadah yang menampung para tamu yang ingin berkunjung ke sini, juga yang menampung apresiasi juga ide-ide masyarakat sekitar untuk menciptakan kreasi baru untuk kerajinan khas Tasikmalaya. Selain itu juga Paguyuban ini adalah 'link' yang menyambungkan masyarakat Sukaruas selaku produsen kepada masyarat luas yang berperan sebagai konsumen.

Konsumen dari desa ini banyak sekali. Kerajinan yang dihasilkan didistribusikan ke berbagai macam tempat. Yang terdekat, tentu saja ke Rajapolah. Di domestik, kerajinan ini sampai ke Bandung, dibawa oleh mahasiswa UNPAD yang baru saja melaksanakan KKN di Sukaruas ini. Juga ke Jakarta, yang mana mereka mengikuti pameran yang ada di JCC (Inacraft bukan sih?) atas nama PKKS. Selain domestik, masyarakat Sukaruas ini memiliki banyak pelanggan di luar negri. Inggris, Arab, Jepang. Tiga negara tersebut yang memiliki permintaan paling banyak untuk kerajinan khas Tasik ini.

Salah satu dari kami ada yang bertanya, 'Pak, sejak kapan sih masyarakat sini bikin kerajinan begitu?'


'Wah, kalo itu sih saya gak tau. Kalo saya nanya ke bapak saya, bapak saya selalu bilang itu udah dari dulu. Bapak saya tanya ke Kakek saya, Beliau juga bilang itu udah dari dulu. Kakek saya juga pernah nanya ke bapak dan kakeknya, mereka bilang udah dari dulu. Yaudah, kayaknya udah dari lahir juga pada bisa nganyam gitu kali ya.' Jawab pak Andi ini. Kami tertawa.

'Nggak dari lahir juga sih, kami belajar dulu dong sebelum bisa seperti ini. Ada cerita dari leluhur, pertamanya di desa kami ini, cuma memproduksi topi dari anyaman. Beberapa tahun kemudian ada yang inisiatif bikin kerajinan lain, dan begitu seterusnya. Tapi kalau kalian lihat di desa ini, kalian nggak akan banyak liat pabrik, atau gudang dan semacamnya. Karena ini murni home industri, jadi pengerjaannya banyak yang di rumah. Mungkin ada tempat yang pengerjaannya di gudang, itu untuk produksi kerajinan yang butuh banyak orang. Seperti membuat kotak tisu. Satu orang mencetak pola, satu yang lain merakit, yang lainnya menempel, satu lagi mengecat, dan sebagainya. Bahan yang kami gunakan itu bahan dasarnya diambil dari Serang, Jombang dan Jogjakarta.' Kurang-lebih itu yang dijelaskan Pak Andi ini.

Kenapa dinamakan Kampung Kreatif?

Penamaan Kampung Kreatif ini bukan masyarakat yang mengajukan sendiri kepada pemerintah ingin disebut kreatif, tapi pemerintah sendiri yang melihat bahwa kampung ini kreatif. Jadilah kampung ini dinamakan Kampung Kreatif Sukaruas, diresmikan oleh Bupati Tasikmalaya.

Tentang jalan yang kurang bagus di daerah sini, masyarakat dan anggota paguyuban ini berpendapat lain dari kami. Kami yang sudah banyak menemukan jalan yang berlubang dan jelek, ketika masuk ke daerah sini ya merasa tidak nyaman, capek dengan jalan yang kurang bagus. Tetapi menurut masyarakat dan anggota paguyuban, jalan yang kurang bagus itu menjadi ciri khas dan daya tarik tersendiri. Mungkin maksudnya kalau ada orang lain yang gak biasa ngeliat jalan bergelombang, bisa mengingat sensasi guncangan yang mempesona di kampung ini. (?)

Terakhir sebelum berkeliling, kami diwanti-wanti oleh anggota pengurus paguyuban untuk menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga sikap.

Setelah pembukaan yang panjang, kami akhirnya diajak berkeliling, dibagi empat kelompok. Sebelum berkeliling, saya sempat memerhatikan keadaan sekitar sini.

Basecamp PKKS

Jalannya bergelombang~

Pantes aja sih diwanti-wanti jaga kebersihan, mereka aja menyediakan tempat sampah yang memadai ( 'w')b
Setelah dibagi kelompok, kelompok saya disuruh untuk tanya-tanya banyak tentang pembuatan tas. Khusus tas. Kalau ke pembuatan di tempat lain, boleh liat-liat dan tanya-tanya sedikit. Jadi, kita langsung meluncur ke lokasi pembuatan pertama tas, di sebuah rumah ibu-ibu. Di sini kami nggak banyak berbincang dengan ibu tersebut, ibu itu cuma mempraktekan cara membuat tas tersebut.

Nah, sebelumnya sudah dibilang kan, di sini kerjaannya bener-bener dibagi-bagi? Ibu ini bagian nyusun rangka awal tasnya. Sedangkan untuk penambahan aksesori, kain dan risleting dilakukan di tempat lain oleh orang lain.

Ibu ini menganyam tas dengan bahan dasar pandan laut yang sudah dibentuk dan dikeringkan, seperti berikut:


Menganyamnya tidak langsung menganyam seperti kita belajar menganyam waktu di sekolah dasar, melainkan ada cetakannya. Ya jelas saja beda sih, wong menganyam waktu SD itu cuma pake kertas lipat dan hasilnya 2D. Kalau ini kan jadinya kan 3D.


Kalau sekilas dilihat, cara menganyam tas ini mirip dengan merajut. Tapi ya tentu saja lebih rubit merajut, bahan dasarnya lebih tipis dan lain sebagainya. Lebih sulit. Menganyam tas ini terlihat mudah juga, namun ketika dicoba ya kita tidak bisa selancar si ibu ini menganyamnya. Ibu ini sudah terlatih menganyam sejak dulu, beliau bisa menghasilkan 8 anyaman tas dalam sehari. Mungkin karena waktunya juga perlu dibagi untuk mengurus rumah tangga. Kalau bekerja nonstop mungkin bisa mencapai belasan. Hasil yang dikerjakan ibu tersebut bisa dilihat di bawah ini.


Saya perhatikan, wah rasanya enak sekali bekerja seperti ini. Produksi di rumah, nyantai sekali dan cuma mengerjakan sesuatu sesuai yang kita bisa. Di mana lagi sih ada pekerjaan seperti ini? Santai dan enak karena pekerjaan dibagi-bagi sesuai keahliannya.

Setelah tas berbentuk seperti itu, akan ada orang yang menjemput tas-tas tersebut untuk memberikannya kepada orang lain yang tugasnya melengkapi tas itu. Di satu rumah, tas itu diberi kain. Di rumah yang lain, tas itu dijahit dan diberi risleting. Di rumah yang lain lagi, tas itu diberi aksesori hingga akhirnya siap dipasarkan.

Melihat ibu ini dan mendengar penjelasan dari masyarakat, saya jadi teringat game. Jenis game yang biasa mengajak kita untuk memproduksi barang, mendistribusikannya. Di game pun sama, barang tidak sekali jadi di satu tempat, melainkan pembuatannya melalui tahapan-tahapan di berbagai tempat. Saya jadi membayangkan ketua paguyuban ini sedang memainkan game berskala real-life dengan uang masuk saku. Enak sekali kelihatannya, tapi tetap saja butuh perjuangan membangun segalanya, selalu ada tantangan dan masalah. Kalau nggak ada tantangan dan masalah, bukan hidup namanya.

Minggu, 20 April 2014

Do the Fun: Craziest Moment

Hai! Setelah sekian lama nggak update blog karena sibuk-sibuknya ujian (padahal ujiannya aja ngga bener) aku sekarang mau post tentang ...

Kamis, 17 April 2014

Changing.

Holla hello there, disini lagi males tidur, meskipun atmosfir sekitar terasa berbeda. Meskipun ini di tempat yang sama. Tempat yang sama, s...

Rabu, 02 April 2014

Dor!

Hi. Well, so much thing happened in my life... Even too much. Ngga tau ini ada yang baca apa ngga atau yang bacanya jadi silent reader atau ...
COPYRIGHT © 2017 · SAFIRA NYS | THEME BY RUMAH ES