Jakarta itu panas.
Jakarta itu padet, banyak orang yang pake kendaraan sendiri. Lebih banyak lagi yang pake ojek online-nya.
Jakarta itu sumpek, bangunan tinggi di mana-mana.
Jakarta itu serem, mau nyebrang susah, mobilnya ngebut-ngebut.
Jakarta itu aneh, tukang ojek udah punya aplikasi aja masih nongkrong panas-panasan.
Jakarta itu keras, tukang parkir di tengah jalan aja bisa ibu-ibu.
Dan aku suka itu.
Aku nggak menyangkal bahwa Jakarta punya segudang kebaikan lain yang bikin betah. Tapi kalau kita cinta sama sesuatu hanya dari sisi positifnya, kita bisa jadi nggak suka ketika 'sesuatu' tadi memperlihatkan keburukannya. Tapi, ketika kita mencintai kekurangannya, kelebihannya bisa jadi bonus buat kita nikmati.
Setiap kota punya keunikannya masing-masing, dan punya nilai buat dirindukan. Menurutku, hal-hal di atas adalah beberapa dari keunikan Jakarta, that makes Jakarta, Jakarta.
Macetnya, sumpeknya, penuhnya, panasnya, adalah ciri khas-nya Jakarta. Orang Jakarta yang setiap hari face this case, udah ngerasa bosan, malah bikin kesal. Coba deh, orang pinggiran kayak aku yang gampang banget excited sama hal nggak penting di sekitar. Justru aku suka banget merhatiin setiap benda yang kulihat, apalagi kalau macet.
Dengan macetnya Jakarta, aku punya lebih banyak waktu buat merhatiin jalan di sekitarku.
Banyaknya orang yang pakai ojek online kemana-mana sampai rasanya kayak dikelilingi semut, gedung pencakar langit di Jakarta yang berserakan, mobil yang merknya jarang kulihat, dan yang terkeren adalah, polisi bertebaran, pake rompi anti peluru segala. Kebetulan, Minggu kemarin aku ke Jakarta, ada Final Persib vs. Arema.
Meskipun aku nggak ke Jakarta buat nonton bola, tapi euphoria-nya cukup terasa. Dengan jumlah polisi yang kelihatannya sampai ratusan di sekeliling daerah GBK dan banyaknya kendaraan yang bawa bendera Arema-Persib, gimana nggak kerasa, coba?
Dan semua itu cuma aku temukan di Jakarta, bukan di kota lain.
Jakarta yang panas, bahkan baru jam 10 pagi aja rasanya udah kayak jam 2 siang di Bandung. Apalagi angin sepoi-sepoi jarang menyapa.
Yang aku rasakan, panas Jakarta mirip-mirip dengan panasnya Bali dan Jogja. Semuanya sama-sama dekat pantai. Dan aku suka pantai. Buatku, panas seperti itu sama sekali nggak masalah. Tapi tetap saja, aku nggak mau kalau diberi panas seperti itu setiap hari.
Kalau panasnya aku rasakan setiap hari, aku jadi terbiasa dan nggak akan merasakan rindu lagi. Nggak merasakan senang waktu ada di kota yang dekat dengan pantai. Nggak ada rasa excited untuk kembali mengunjungi kota-kota tersebut.
Jadi, bersyukurlah.
Semenyebalkan apapun kota yang kamu tinggali, sekesal apapun kamu dengan kota-mu..
Masih ada orang lain yang ingin mengunjunginya dan merindukannya.
Diversity is sexy. Jakarta beda dengan Bandung, dengan Tasik, dengan Jogja, dengan Sumedang. Biarlah tetap seperti itu, biarlah mereka menyimpan kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Yang membuat mereka tetap unik, dan bisa dirindukan.
Jakarta itu padet, banyak orang yang pake kendaraan sendiri. Lebih banyak lagi yang pake ojek online-nya.
Jakarta itu sumpek, bangunan tinggi di mana-mana.
Jakarta itu serem, mau nyebrang susah, mobilnya ngebut-ngebut.
Jakarta itu aneh, tukang ojek udah punya aplikasi aja masih nongkrong panas-panasan.
Jakarta itu keras, tukang parkir di tengah jalan aja bisa ibu-ibu.
Dan aku suka itu.
Aku nggak menyangkal bahwa Jakarta punya segudang kebaikan lain yang bikin betah. Tapi kalau kita cinta sama sesuatu hanya dari sisi positifnya, kita bisa jadi nggak suka ketika 'sesuatu' tadi memperlihatkan keburukannya. Tapi, ketika kita mencintai kekurangannya, kelebihannya bisa jadi bonus buat kita nikmati.
Setiap kota punya keunikannya masing-masing, dan punya nilai buat dirindukan. Menurutku, hal-hal di atas adalah beberapa dari keunikan Jakarta, that makes Jakarta, Jakarta.
Macetnya, sumpeknya, penuhnya, panasnya, adalah ciri khas-nya Jakarta. Orang Jakarta yang setiap hari face this case, udah ngerasa bosan, malah bikin kesal. Coba deh, orang pinggiran kayak aku yang gampang banget excited sama hal nggak penting di sekitar. Justru aku suka banget merhatiin setiap benda yang kulihat, apalagi kalau macet.
Dengan macetnya Jakarta, aku punya lebih banyak waktu buat merhatiin jalan di sekitarku.
Banyaknya orang yang pakai ojek online kemana-mana sampai rasanya kayak dikelilingi semut, gedung pencakar langit di Jakarta yang berserakan, mobil yang merknya jarang kulihat, dan yang terkeren adalah, polisi bertebaran, pake rompi anti peluru segala. Kebetulan, Minggu kemarin aku ke Jakarta, ada Final Persib vs. Arema.
Meskipun aku nggak ke Jakarta buat nonton bola, tapi euphoria-nya cukup terasa. Dengan jumlah polisi yang kelihatannya sampai ratusan di sekeliling daerah GBK dan banyaknya kendaraan yang bawa bendera Arema-Persib, gimana nggak kerasa, coba?
Dan semua itu cuma aku temukan di Jakarta, bukan di kota lain.
Jakarta yang panas, bahkan baru jam 10 pagi aja rasanya udah kayak jam 2 siang di Bandung. Apalagi angin sepoi-sepoi jarang menyapa.
Yang aku rasakan, panas Jakarta mirip-mirip dengan panasnya Bali dan Jogja. Semuanya sama-sama dekat pantai. Dan aku suka pantai. Buatku, panas seperti itu sama sekali nggak masalah. Tapi tetap saja, aku nggak mau kalau diberi panas seperti itu setiap hari.
Kalau panasnya aku rasakan setiap hari, aku jadi terbiasa dan nggak akan merasakan rindu lagi. Nggak merasakan senang waktu ada di kota yang dekat dengan pantai. Nggak ada rasa excited untuk kembali mengunjungi kota-kota tersebut.
Jadi, bersyukurlah.
Semenyebalkan apapun kota yang kamu tinggali, sekesal apapun kamu dengan kota-mu..
Masih ada orang lain yang ingin mengunjunginya dan merindukannya.
Diversity is sexy. Jakarta beda dengan Bandung, dengan Tasik, dengan Jogja, dengan Sumedang. Biarlah tetap seperti itu, biarlah mereka menyimpan kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Yang membuat mereka tetap unik, dan bisa dirindukan.
Hallo safira, star clozetter juga ya? salam kenal ya :)
BalasHapusbtw, blog nya bagus aku suka bacanya :D
Iyaa. Wah kamu juga ya?
HapusSalam kenal dan terimakasiih!
iya nih kita udah follow-an di clozette juga kok, hihi
HapusHahaha maaf aku anaknya agak masalah sama ingatan x')
HapusAku bacanya setengah, aku mau maki kamu!
BalasHapusOk ditunggu makiannya!!
HapusBaru ke Jakarta sekali. :3
BalasHapusDan udah lupa rasanya. XD
Aku juga bisa diitung jari tapi ya gara gara baru kemaren jadi masih seger gitu x)
HapusWalaupun jakarta itu panas, macet, gerah
BalasHapusTapi jakarta tetaplah ibu
Ibukota
Engga nyambung
Aku udh hopless nih hidup di jkt. Heee
BalasHapusSalam jenal ya.
Wah justru orang orang datang ke Jakarta karena lihat banyak hope, haha
HapusAku terakhir ke jakarta tahun 2014 itupun nganter ponakan study tour. ke jakarta belum bisa keliling tempat-tempat yang bagus. jadi kangen dufan :(
BalasHapuspengen banget tinggal dijakarta :D
BalasHapus