Sabtu, 26 Juni 2021

Belajar Menjadi Terbuka - Mengenali Diri Sendiri


I was once a very expressive person, until some point I wasn't. 
Until some point, I forgot how I used to be. 
How I show the real me. 

Hidup ini memang makin dewasa makin rumit, apalagi ketika kamu punya unresolved trauma. Ya sebenernya nggak cuma itu sih, banyak banget hal di dunia ini yang bisa menjadikan kamu nggak mengenal diri sendiri. 

Tapi hari ini, aku nggak mau fokus untuk bahas kesedihan-kesedihan di saat aku nggak kenal sama diriku sendiri. Sebaliknya, aku mau cerita sedikit tentang salah satu perjalanan untuk mengenali diri sendiri: belajar menjadi terbuka. 

Because I know I was once a very open-book person, 
my life was not a secret to closest people around me. 

Hingga entah gimana alur ceritanya, aku jadi jarang banget cerita tentang kehidupan ke temen-temenku. Proses ini panjang banget, banyak naik turunnya selama 7 tahun ke belakang. 

Mungkin karena nggak nemu teman yang bener-bener se-frekuensi di perkuliahan, 
sampai aku ngerasa nggak ada yang ngerti aku. 

Mungkin karena aku terlalu fokus sama partner saat itu, 
sampai aku lebih meniru cara dia hidup dibanding fokus sama apa yang aku alami.  

Mungkin karena syok tinggal di rumah, lama-lama bareng keluarga 
karena selama 6 tahun sebelumnya aku selalu tinggal jauh dari keluarga 
dan nggak bener-bener kenal sama keluarga sendiri. 

Dan masih banyak mungkin-mungkin lainnya yang bikin aku merasa bahwa cerita hidup aku kok rasanya tidak perlu dibagi ke orang lain. Rasanya pengalaman aku nggak penting, perasaan aku nggak penting, dan pikiran aku nggak penting. Karena, aku pun ngerasa nggak ada yang peduli kok sama aku. 

Singkat cerita, akhirnya aku jadi anak yang tertutup banget, yang bahkan bisa terheran-heran 
"Kok bisa ya orang lain punya masalah A B C D dan dengan ringannya cerita sama orang lain?" 

Hingga aku sadar apa yang membuatku jadi takut adalah: reaksi orang lain. 

Sesuatu yang nggak bisa aku kendalikan. 
Sesuatu yang bukan salah aku kalau reaksi mereka tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. 
Sesuatu yang bukan salah dia kalau dia nggak merasakan apa yang kamu rasakan. 
Sesuatu yang bukan salah siapa-siapa kalau aku dan kamu nggak bisa mengerti satu sama lain. 
Sesimpel karena aku dan kamu mungkin nggak cocok, dan kita nggak perlu memaksakan kalau memang nggak nyaman dengan satu sama lain.

"Jangan pilih-pilih temen", itu adalah ungkapan yang sepertinya nggak berlaku dalam hidup ini. Karena untuk apa berteman kalau kamu nggak menemukan kenyamanan? Untuk apa memaksakan berteman kalau kamu nggak bisa menjadi diri sendiri? Untuk apa menghabiskan waktu dengan orang yang nggak mau menerima kamu dengan segala keanehanmu dan keunikan cerita hidupmu? 
 

I'm glad I met her. 

Aku kenal sama Rinda nggak baru kok, udah 5 tahun. Berarti, kita ketemu di tahun 2016. But to be us the way we are right now, it took us 5 years. 

5 tahun untuk bisa percaya sama Rinda seperti gimana Rinda percaya aku. 
5 tahun untuk bisa jadi nyaman bilang ke Rinda kalo dia lupa bales chat aku.
5 tahun untuk bisa text her at 2 AM, text her 18 messages in the morning, give her 15 minutes voice chats.
5 tahun untuk bisa ceritain apa aja ke Rinda dengan bebas dan tanpa takut judgement, karena aku tahu she will always take my side even for an evil thing. 
(I know I would do the same for her). 
(Tapi khusus untuk case 2011-2012, kita berdua sepakat kalau aku 10-9 tahun lalu emang bangsad aja 😂)

It wasn't easy for me and I learn a lot from her tentang menjadi terbuka lagi. Sure, we can talk to everyone, but to truly talking about something and opening up is something different. Apalagi di usia 20an ini, permasalahan makin banyak, cara pandang makin beragam. 

When you found someone who gets what you mean and you get what they means effortlessly, 
invest on that someone. 

Be the bestest friend. Keep trying to maintain your friendship or relationship. Karena menemukan teman yang mengerti satu sama lain dengan mudah dan tanpa paksaan, itu sulit. And when you find that one, don't ever take them for granted. Hidup makin sulit bukan berarti kita semakin harus jadi 'keras', 'kuat' dan bisa berdiri sendiri. We will always need help, we will always need friends.

And what's matter is: keep trying. Belajar. Coba.

Termasuk, belajar menjadi terbuka. Kalau bukan karena Rinda yang suka cerita duluan, yang suka nanya-nanya tentang hal penting ga penting out of the blue, yang nanyain aku karena aku jarang update instastory, yang percaya sama aku untuk dijadikan tempat keluh kesah masalah yang berat, maybe we won't be the way we are right now. Maybe I'll keep sleeping on my bed and avoiding anyone. I won't even be able to get it together.  

Rinda, you might not know this but for me, kehadiran Rinda di hidupku adalah salah satu gerbang untuk aku bisa mengenali diri sendiri lagi. Untuk bisa percaya sama orang lain lagi. Untuk bisa kembali menyadari bahwa kehadiranku, perasaanku, dan pikiranku itu penting. You showed me I am enough and I am precious, so I trust myself more. 

We might not meet often, we might not talk everyday, we might have some small disagreement. 
But I know you know how much I care about you. 
I love you. 

Selamat ulangtahun ke-24, meski telat. 
Aku nyusul ya 2 bulan lagi~ 

❤️, Safira Nisa

P.S: try to watch this very worth watching video about adult friendships:

2 komentar:

  1. Makasih banyak ya fir udah bikin blog ini. Kalau aku sedih dan merasa tidak berguna aku bakal baca blog ini lagi. Tapi yang harus kamu inget, tentu saja yang paling berjasa adalah dirimu sendiri. Aku cuma katalis dan tim hore aja. Semoga fira happy terus karena happiness looks so good on yeww

    BalasHapus

Aku jarang balas komentar di sini, kalau mau jawaban yang fast response boleh DM ke Instagramku (atau twitter) di @safiranys ya!

COPYRIGHT © 2017 · SAFIRA NYS | THEME BY RUMAH ES