When you feel like something's wrong, it probably is.
Selepas operasi kemaren, aku harus bedrest dan ngga boleh banyak gerak. Ya emang siapa juga sih yang mau gerak. Ternyata efek bius dan obat-obatan yang dikasih pasca operasi bikin badan lemes bukan main. Ngga ada yang bisa kulakukan selain tiduran, baca, nonton yutub, chattingan, scroll instagram, liatin instastory sampai habis. Sungguh tidak produktif, bukan? 😂
Tapi anehnya saat aku nggak produktif, aku meragukan keproduktifanku.
Waktu itu aku sering banget bertanya sama diri sendiri: apakah ini hal yang benar untuk dilakukan? Emangnya kamu nulis di blog, bikin video yutub, sharing di instagram itu bener-bener bermanfaat buat orang lain? Memangnya kamu pikir kamu siapa?
Wow. Serem ga sih.
Selain doubting myself, ada hal lain yang aku rasa aneh, dan baru aku sadari kemaren. Aku kehilangan imajinasi, men!
I never skipped a page of a sci-fi book. Baca buku fiksi ilmiah selalu memancing imajinasiku. Se-enggak-detail-apapun, se-terlalu-banyak-detail apapun. Sebagai gambaran: aku namatin buku Supernova: Intelegensi Embun Pagi sehari semaleman doang. Tapi saat itu aku baca buku fiksi ilmiah, rasanya enggak sama. Ngebosenin.
Aneh, kan?
Aneh, kan?
Tapi aku tetap melakukan pekerjaan yang aku pilih. Meskipun aku menyalahkan apa yang aku lakukan, meskipun I no longer believe myself for doing it. Di sini, perasaanku complicated. Aku tidak-tidak senang. Aku senang, dan aku tidak senang dalam waktu yang bersamaan.
Senang karena aku dipercaya untuk kerjasama dengan berbagai brand, bareng temen-temenku. Senang bisa aktif di internet lagi. Tapi tidak senang karena aku meragukan diri sendiri. Keraguan itu hanya datang, dan aku bener-bener gak punya petunjuk keraguan ini datengnya dari mana.
But I came to this point where I want to escape. Escape from everything.
There I go, KKMT di Thailand.
And I think it changes everything. But no, it didn't.
Escaping from reality (even for so long) didn't change anything.
Sebagai orang yang selalu suka tantangan dan suasana baru, rasanya aneh saat datang ke tempat asing dan merasa sedikit excited. Karena biasanya aku SANGAT EXCITED, tapi saat itu rasanya meh. Very little amount of excitement for my level.
My level of (usual) excitement: aku biasanya selalu deg-degan sebelum datang ke tempat yang belum pernah aku datangi. Ngobrol dengan orang yang baru aku temui, dan aku tau orang itu penting. Aku bisa mikirin berhari-hari outfit apa yang mau dipakai, bahkan beli yang baru kalau perlu.
Saat itu: Besok ke sekolah? Ngomong depan anak-anak? Oh. Oke.
Aku selalu makan, nggak pernah skip. Apalagi dengan keadaan Thailand yang banyak menguras keringat, meskipun nggak ngapa-ngapain. Rasanya perut selalu lapar.
Tapi ada hari di mana aku (dan teman-temanku) makan satu hari satu kali doang. Buatku, itu pertama kali dalam seumur hidup dan aku merasa biasa aja saat itu. Aku juga bener-bener enggak lapar. Tapi buat dua temenku yang lain, mereka bilang ini bukan pertama kalinya. Mereka merasa fine-fine aja.
But for me, itu bener-bener aneh.
Moodku juga enggak menentu. Kalau enggak PMS, aku nggak sensitif. Padahal biasanya Safira selalu nangis bahkan saat nonton film yang bikin orang ketawa. Tapi pas masih di Thailand kemaren, aku nonton Me Before You saat nggak PMS itu NOT EVEN A SINGLE TEAR APPEAR.
Sejak itu, aku sulit banget ngerasa sedih apalagi nangis. (Bahkan saat perpisahan, kami harus kembali ke Indonesia, aku ga ngerasa sedih-sedih banget dan aku ga nangis!)
Something went wrong way too far.
But actually, no one really noticed it. I didn't show it either.
Aku bukan satu-satunya rang dengan depresi yang dengan baik 'menyembunyikan' depresiku, by the way. Some people even feel more depressed, but show up with laugh anyway.
This is what depression looked like to us just 36 hrs b4 his death. He loved us SO much & we loved him. #fuckdepression #MakeChesterProud pic.twitter.com/VW44eOER4k— Talinda Bennington (@TalindaB) September 16, 2017
Well for me, saat itu aku merasa kehilangan skill buat merasa. Yang asalnya skill merasa aku poinnya 200/100, turun drastis menjadi 10/100.
Tapi aku beruntung. Sebelum depresi ini bikin aku tambah tenggelam dalam pikiran (dan perasaaan) aku sendiri, aku punya partner yang bener-bener bisa diajak bicara. Bukan cuma sekedar ngobrol basa-basi, but this particular partner of mine is actually care about my being.
Saat dia merasa ada yang salah, dan aku nggak tau apa-apa, aku jadi termotivasi. Termotivasi buat cari tahu apa yang terjadi dengan diriku sebenernya. Karena memang kalau aku kenapa-napa, ya dia juga yang kena imbasnya. Nggak adil, dong.
So I decided to take a test online.
Kalau Safira 'yang biasa' melihat hasil ini, dia pasti bakalan overreact lalu nangis-nangis drama. But at that time, my response is jst: "Oh, gitu? Terus urang kudu kumaha?"
Susah tidur atau sering kebangun tengah malem bukan efek yang tepat dari 'mengetahui aku depresi'. Karena bahkan dari awal tahun ini aku sering banget kebangun ga jelas tengah malem. Bedanya saat depresiku sedang dalam level itu, setelah kebangun tengah malem, aku susah tidur lagi. Biasanya sih, ya tidur lagi aja.
What do I do next?
Aku cari tahu tentang depresi. Apa itu depresi. Apa aja gejalanya. Apakah gejalaku bener-bener menunjukkan sebagai orang yang depresi? Oh ternyata iya. Percaya atau enggak, semua yang kutulis di atas aku lakukan tanpa aku sadari. Aku baru 'sadar' bahwa aku udah menunjukkan gejala depresi selepas operasi, saat baca artikel di internet. Aku nggak akan tahu aku depresi, kalau aku nggak coba test depresi online itu.
Aku ngerasa lebih baik setelah aku tahu aku depresi! Karena aku tahu apa yang terjadi dengan keadaanku yang seperti ini. Kenapa aku begitu, kenapa aku begini. Dan saat itu, satu-satunya orang yang kuajak bicara tentang depresiku ini cuma Dwiki.
He listened every single sentence I said about this depression. Aku juga minta bantuan sama dia untuk bikin aku merasa lebih baik. Saat itu, dengan enggak marah-marahin aku, apapun yang aku lakukan.
Karena saat aku depresi, kena marah-marah itu bukannya sedih. Aku malah ngerasa hampa, pikiran bener-bener kosong. Nggak bisa melakukan apapun. Berakhir dengan ribuan pikiran negatif, back to doubting myself. Jauh kan reaksinya?
Kalau boleh jujur, rasanya sampai sekarang depresi ini belom bener-bener pergi. Aku masih kadang ngerasa pikiran agak kosong, dan meragukan apapun yang aku lakukan. Tapi aku merasa jauh lebih baik! Aku udah bisa merasakan emosi-emosi yang biasanya aku (dan orang normal) rasakan: seneng (like purely happy), sedih, nangis, marah.
Aku bahkan udah bisa namatin novel fiksi ilmiah dalam sehari, yeay! Seru!
Emosi yang pertama bisa aku rasakan adalah sedih; sampe nangis. Saat baca buku 'What I Know for Sure'-nya Oprah Winfrey. Buku itu mencampuradukkan perasaanku. Sampai di titik di mana: bahkan orang se'besar' Oprah pun punya dark times, dan mungkin saat ini aku lagi ada di dark times-ku. What I know for sure: I can get through this!
Kamu yang mungkin merasakan depresi, atau tahu seseorang yang sedang lagi kena depresi. Be strong. This page helped me and my partner to get through the darkest time. Halaman itu berisi ringkasan seputar depresi, dan bahasanya ringan untuk dibaca. Semoga membantu.
And if you currently feel something's wrong, please get yourself checked. Googling 'Depression test', deh. Choose one link yang terlihat trusted, and there you go. Whatever the result is, don't worry. We're all in this together.
Stay strong!
Thanks for reading,
―❤, Safira Nys
Tapi aku beruntung. Sebelum depresi ini bikin aku tambah tenggelam dalam pikiran (dan perasaaan) aku sendiri, aku punya partner yang bener-bener bisa diajak bicara. Bukan cuma sekedar ngobrol basa-basi, but this particular partner of mine is actually care about my being.
Saat dia merasa ada yang salah, dan aku nggak tau apa-apa, aku jadi termotivasi. Termotivasi buat cari tahu apa yang terjadi dengan diriku sebenernya. Karena memang kalau aku kenapa-napa, ya dia juga yang kena imbasnya. Nggak adil, dong.
So I decided to take a test online.
Kalau Safira 'yang biasa' melihat hasil ini, dia pasti bakalan overreact lalu nangis-nangis drama. But at that time, my response is jst: "Oh, gitu? Terus urang kudu kumaha?"
Susah tidur atau sering kebangun tengah malem bukan efek yang tepat dari 'mengetahui aku depresi'. Karena bahkan dari awal tahun ini aku sering banget kebangun ga jelas tengah malem. Bedanya saat depresiku sedang dalam level itu, setelah kebangun tengah malem, aku susah tidur lagi. Biasanya sih, ya tidur lagi aja.
What do I do next?
Aku cari tahu tentang depresi. Apa itu depresi. Apa aja gejalanya. Apakah gejalaku bener-bener menunjukkan sebagai orang yang depresi? Oh ternyata iya. Percaya atau enggak, semua yang kutulis di atas aku lakukan tanpa aku sadari. Aku baru 'sadar' bahwa aku udah menunjukkan gejala depresi selepas operasi, saat baca artikel di internet. Aku nggak akan tahu aku depresi, kalau aku nggak coba test depresi online itu.
Aku ngerasa lebih baik setelah aku tahu aku depresi! Karena aku tahu apa yang terjadi dengan keadaanku yang seperti ini. Kenapa aku begitu, kenapa aku begini. Dan saat itu, satu-satunya orang yang kuajak bicara tentang depresiku ini cuma Dwiki.
He listened every single sentence I said about this depression. Aku juga minta bantuan sama dia untuk bikin aku merasa lebih baik. Saat itu, dengan enggak marah-marahin aku, apapun yang aku lakukan.
Karena saat aku depresi, kena marah-marah itu bukannya sedih. Aku malah ngerasa hampa, pikiran bener-bener kosong. Nggak bisa melakukan apapun. Berakhir dengan ribuan pikiran negatif, back to doubting myself. Jauh kan reaksinya?
Kalau boleh jujur, rasanya sampai sekarang depresi ini belom bener-bener pergi. Aku masih kadang ngerasa pikiran agak kosong, dan meragukan apapun yang aku lakukan. Tapi aku merasa jauh lebih baik! Aku udah bisa merasakan emosi-emosi yang biasanya aku (dan orang normal) rasakan: seneng (like purely happy), sedih, nangis, marah.
Aku bahkan udah bisa namatin novel fiksi ilmiah dalam sehari, yeay! Seru!
Emosi yang pertama bisa aku rasakan adalah sedih; sampe nangis. Saat baca buku 'What I Know for Sure'-nya Oprah Winfrey. Buku itu mencampuradukkan perasaanku. Sampai di titik di mana: bahkan orang se'besar' Oprah pun punya dark times, dan mungkin saat ini aku lagi ada di dark times-ku. What I know for sure: I can get through this!
Dear, you
Kamu yang mungkin merasakan depresi, atau tahu seseorang yang sedang lagi kena depresi. Be strong. This page helped me and my partner to get through the darkest time. Halaman itu berisi ringkasan seputar depresi, dan bahasanya ringan untuk dibaca. Semoga membantu.
And if you currently feel something's wrong, please get yourself checked. Googling 'Depression test', deh. Choose one link yang terlihat trusted, and there you go. Whatever the result is, don't worry. We're all in this together.
Stay strong!
Thanks for reading,
―❤, Safira Nys
jangan ragu, terus berkarya
BalasHapusHalo Safira. Aku penderita depresi sejak kelas 2 SMP dan sekarang masih berjuang untuk bener-bener lepas dari depresi. Sudah konsultasi ke psikolog atau psikiater? Kalau merasa ada yang gak beres pada diri sendiri mending langsung datang aja ke psikolog atau psikiater untuk mengetahui lebih pasti sebenarnya ada apa dengan diri kita. Dan sebaiknya, jangan asal diagnosis sendiri :)
BalasHapusMakasih sebelumnya. Kebetulan kakakku psikolog kok :D
HapusWah pengetahuanku tentang depresi nol banget. Aku pernah lho ngalamin beberapa gejala yang pernah kamu alami di atas. :(
BalasHapus