Senin, 25 Juli 2016

Kamu Egois!

I admit that *I* am, 
But please admit that we all are too.

Di post yang ngebahas makanan Indonesia dan Evita Nuh, aku nggak nulis yang sebenernya Chacha omongin di artikel majalah. Yang sebenernya Chacha bilang, adalah dia sedih ngeliat banyak restoran luar negri kayak ala Jepang dan Korea banyak bertebaran di Indonesia dan digandrungi anak muda. Bukan salah restoran yang buka, sih. Tapi anak muda yang jelas penerus bangsa Indonesia itu, tau nggak makanan ala Indonesia banget itu yang kayak gimana? 

Nah dari situlah Chacha ngebahas kalau dia seneng dan bisa masak masakan Indonesia. Karena kalau bukan kita, sebagai penerus bangsa, siapa lagi sih yang mau jadi pewaris budaya Indonesia itu sendiri?

Kita selalu terpaku untuk mencoba  hal yang baru. Dengan alasan, membuat diri menjadi lebih baik. Eksperimen. Aku akui, emang orang Indonesia kreatif banget. Contoh kecilnya, roti gulung ala Sweden, Cinnamon Rolls. Coba deh kalo liat Cinnamon Roll di negara asalnya atau sekitar Eropa aja, nggak akan lah kalian nemu yang macam begini:



Selama ratusan tahun, Cinnamon Rolls tetep jadi Cinnamon Rolls di Eropa sana. Nggak ada yang mau eksperimen dengan ganti isian rotinya. Tapi di Indonesia mah ada. Ada yang dibikin jadi asin segala.



Aku nggak bilang bahwa menyukai, membuat dan berkesperimen sama masakan luar negri itu salah. Tapi siapa yang mau melanjutkan warisan Rendang yang ter-enak sedunia menurut CNN, kalau bukan kita? Siapa? Masyarakat di negri sebelah?

Kita masih muda. Kita penasaran. Kita pengen coba hal yang aneh. Kita pengen coba sesuatu yang baru, yang nggak ada di Indonesia. Dan itu nggak salah. Selama kamu masih menyimpan hati dan jiwa kamu buat makanan Indonesia.

Yang salah, kalau kamu udah di bawah kendali rasa penasaran kamu. Ingin coba hal-hal yang baru dari luar negri, tanpa melestarikan budaya yang ada di negri ini. Egois. Kamu cuma peduli diri sendiri. Kamu nggak memikirkan apa jadinya Indonesia tanpa rendang. Tanpa gudeg. Tanpa bubur pedas. Tanpa cilok. Tanpa sate bandeng. Tanpa pempek. Tanpa sambel terasi.

Kalau kamu masih berpikir bahwa masakan Indonesia masih tanggungjawab nenekmu atau Ibumu dan kamu masih bisa belajar nanti aja, kapan-kapan.. Well, you're so wrong. Kita nggak pernah tau umur orang. Rahasia tuhan. And what will happen if every single pemuda Indonesia berpikiran yang sama dengan kamu. Bernasib sama seperti kamu. Nggak ada yang sempat mempelajari masakan Indonesia dari keluarganya sendiri. Ya udah, dead lah warisan budaya kuliner kita.

We are Indonesians, we barely do recipes. Chacha juga mengakui bahwa di keluarganya, masakan yang paling enak justru dimasak oleh nenek-nenek. Dan mereka nggak pernah nulis resep. Bahkan mereka kadang nggak tahu nama bumbu dan rempah yang dimasukin ke makanan. Cuma tahu saja yang bentuknya a buat masakan a, dan b buat masakan b. That's why it's the best to learn to the expert. 

Ini masih contoh kecil dari segi budaya kuliner. Kalau kamu mau berpikiran lebih jauh lagi, aku kasih permasalahan yang lebih kompleks dan nyata ada di depan mata.

Baca deh twit-ku dan reply-an nya. Klik kanan di tanggalnya, open in new tab. Selamat menikmati sebelum kembali ke sini.

Yes, kita itu terlalu silau sama harapan dari luar yang terang benderang. Yang bisa bikin diri sendiri lebih hebat. Lebih kuat. Lebih kaya. Tapi kita nggak memikirkan kebutuhan bersama. Kebutuhan Indonesia. 

Indonesia yang punya ratusan ribu hektar lahan pertanian dan perkebunan, butuh kamu pemuda-nya buat memaksimalkan hasil bumi.
Indonesia yang punya milyaran spesies laut, butuh kamu pemuda-nya buat melestarikan keindahan laut, dan mengambil apa yang bisa diambil.
Indonesia yang punya jutaan air terjun, danau, pantai, gunung, sungai, laut.. Butuh kamu pemuda-nya buat memelihara dan mengelola yang bisa dinikmati.

Tapi sayang, kita masih terlalu peduli sama masa depan diri sendiri. 

Suatu sore yang mendung di McD Cimahi, entah kenapa aku dan teh +gina tryapriliya jadi ngomongin masa depan dan Indonesia. Beliau bilang dan nanya:

"Jangan salah-salahin pemerintah yang suka pengen enaknya aja. Kita dulu weh Fir. Kamu kan keturunan Ciamis, ya. Pernah kepikiran ga sih buat kembali ke Ciamis dan memakmurkan keluarga di sana?"

Aku:
"Jujur, pernah sih tapi baru sekarang-sekarang aja."

Beliau nanya lagi, yang lebih bikin hati berat:
"Coba Fir kalau kamu dikasih pilihan antara beasiswa S2 ke London sama balik ke Ciamis buat kelola sawah dan kebun. Pilih mana? Pasti yang ke luar kan?"

Terus aku diem.
Kita punya terlalu banyak alasan untuk 'memakmurkan diri sendiri'. Tanpa bener-bener memikirkan gimana caranya memakmurkan negri ini.

4 komentar:

  1. Btw kemarin aku abis ngeyoutube gitu deh ti, ada video Andrea Hirata yang ngasih tips-tips sama cerita dia selama jadi penulis. Karena dia punya prestasi yang sangat gemilang baik dalam negeri ataupun luar negeri, dia bisa majuin Belitong (sekarang Belitong punya industri pariwisata) dengan dianya juga senang-senang di luar negeri ko XD Hahaha yaa tentunya itu dari karyanya juga yang apik. Tapi relasi dia sampe lintas negara itu bisa jadi salah satu upaya yang oke juga untuk berkontribusi sebagai anak bangsa ^^ Ya, tapi setiap pemuda punya caranya masing-masing sih. Semangat qaqa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener! Kita memang harus cari cara kita sendiri tapii jangan lupa apa yang kita pilih itu ngaruh banget ke masa depan daerah dan Indonesia-nya. Kalo kita milih jalan kayak Andrea semua, nanti berat sebelah. Indonesia cuma jadi tempat wisata aja, padahal Indonesia bisa bermanfaat lebih banyak dari itu.
      Yang jelas sih emang harus semangat ya biar negara kita lebih maju~

      Hapus
  2. Bacanya baper. #LongLifeRendang

    BalasHapus

Aku jarang balas komentar di sini, kalau mau jawaban yang fast response boleh DM ke Instagramku (atau twitter) di @safiranys ya!

COPYRIGHT © 2017 · SAFIRA NYS | THEME BY RUMAH ES