Jumat, 03 Juni 2016

Ada Apa dengan Membaca (dan Menulis)?

Sekitar dua tahun yang lalu, seseorang meminta aku buat jadi inspirasinya. Dia minta aku buat nulis, karena dia bilang aku punya 'sesuatu' yang harus aku bagikan. Tapi sebenernya, bahkan dari hari itu sampai beberapa minggu yang lalu, aku nggak ngerasa punya 'sesuatu' yang aku bagikan. Aku bingung harus nulis apaan. Setiap hari aku pikirin, sampai kadang mau mengungkit masalah ini sama dia pun aku ngerasa canggung. Terlupakan.

Dan hari minggu kemarin, aku memutuskan buat ikut acara #PaDiMeetup, yang juga diusulin sama mbak Prima. (Makasih mbakku terkece sedunia akhirat, amin!)

A photo posted by Ollie Ollie (@salsabeela) on

Paragraf pertama dan acara ini ada hubungannya banget. Sumpah, ngapain deh ditulis kalau nggak koheren dan kohesif.

Aku menemukan jawabannya di sini, dari mbak Ollie.
Sebabnya aku nggak bisa nulis adalah, kurang membaca.

Seorang penulis (terutama buat bikin karya fiksi), harus bisa 'membawa' pembacanya masuk ke dalam tulisannya. Bahkan ada quotes dari J.K. Rowling yang bilang..
Apalah artinya menulis kalau nggak pakai perasaan?
#ciegitu.

Selama ini, aku memang kepikiran banget ingin menulis sesuatu. Tapi setiap mulai tulisan baru rasanya nggak pede. Ada yang kurang. Dan, ya gimana. Hidup semuanya adalah tentang perasaan. Coba deh, kalau kamu baca novelnya mbak Dee yang baru. Rasanya tenggelam di dalam pikirannya mbak Dee kan? 

Untuk menulis novel kayak gitu, mbak Dee perlu 'merasakan'. Merasakan tempat--yang bahkan dia belum pernah kunjungi. Merasakan karakter setiap peran di novelnya. Tapi gimana caranya? Kan mereka gak nyata?
Dengan memahami lewat perasaan. Cari tahu dengan baca dan wawancara. Dan waktu nulis, kejadian-kejadian yang ditulis harus dibayangin, dirasain. Mbak Dee mah sampai nyewa kamar kos, bersembunyi di goa biar nulisnya khusyuk dan imajinasinya lancar. 

Dan, kalau belum jadi 'perasa' yang pro kayak mbak Dee.. Harus ngapain?
Banyakin baca, kalau kata mbak Ollie.


Setahuku, mbak Ollie itu penulis. Aku pernah baca bukunya mbak Ollie waktu SMA, yang judulnya After the Honeymoon. Dan serius, itu recommended buat siapapun kamu-kamu yang menyangka bahwa kehidupan setelah punya pasangan itu bakalan jadi jauh lebih baik, berubah total, dan bahagia selama-lamanya. Karena nyatanya... Ah sudahlah. Baca sendiri aja, ya.

Dan aku kira, mbak Ollie bakalan kasih ilmu-ilmu buat menulis. Ternyata.. beliau berbagi tentang literasi. Membaca. Dan bagi mbak Ollie, literasi bukan cuma membaca. Tapi, menghimpun makna.

Sebagai pembuka, mbak Ollie bertanya sama kita.

"Ayat yang pertama diturunkan buat Rasul itu nyuruh ngapain sih? Iqra, kan? Membaca?
Tapi apa yang harus dibaca?
Ayatnya juga baru turun satu."

Lah, iya juga ya. Kok aku baru sadar?

"Ternyata, membaca itu nggak perlu membaca teks huruf. 
Membaca itu bisa membaca keadaan. 
Kamu bisa membaca saya. Saya bisa membaca kamu."

Terus keinget kelas Reading Comprehension sama miss Nia. Setiap orang, setiap benda itu adalah teks. Kita bisa membacanya. Kalau teks itu nggak menyampaikan pesan langsung (berbicara), kita bisa membaca apa yang tersirat dari tanda-tandanya. Tapi kalau teks itu punya pesan yang disampaikan langsung, kita bisa membacanya dengan jelas. Tanpa perlu mengira-ngira.

Membaca memang punya banyak fungsi. Dan selama ini, (seringkali) membaca buatku cuma sekedar hiburan. Itu salah.
Setelah aku merenungkan kata-katanya mbak Ollie, 'menghimpun makna', dan kata miss Nia tentang membaca every single thing in the world..

Aku sadar aku nggak akan bisa memahami sebuah bacaan, kalau aku terus menganggap teks cuma sebuah bentuk hiburan. Aku selalu inget kata orang, bahwa buku itu jendela dunia. Ya, memang buku itu media buat melihat dunia. Aku jadi mengartikan bahwa dengan membaca, kita bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda dari pandangan orang lain. Udah, berhenti sampai situ.

Aku nggak pernah bener-bener 'menghimpun makna' dari teks. Aku nggak pernah dapet pemahaman, pengertian, dan ide dari teks itu sendiri. Nggak, sebelum aku belajari Reading Comprehension sama miss Nia. Ya, sejak saat itu barulah aktivitas literasi-ku rasanya cukup bermakna.

Seketika itu juga ingin nangis. Kenapa nggak kepikiran buat ngajak miss Nia ke event itu??
(omg yes, aku cengeng dan manja banget)
Mbak Ollie bilang, bahkan sebelum bisa nulis satu buku, dia harus baca sepuluh buku. Minimal.
Gimana caranya buku membantu kita buat dapet 'hidayah' menulis? Ya dengan menghimpun makna tadi. Memahami.

Kalau kalian bertanya-tanya.. why do you even count? Kenapa baca buku harus dihitung?
Because..
Aku, di pikiranku bisa paham dan membayangkan apa kata mbak Ollie. Cuma kalau mengartikan pakai kata-kata, takut salah. Huehe. Coba sedikit, deh.

Contohnya, kayak kalau kita ngitung tinggi badan. Dari kecil, kita tau kan tinggi badan kita berapa? Selama kita terus ngeliat angka itu, kita punya catetan. Waktu usia 15, tinggi berapa. Usia 20, berapa cm? Nah, di antara umur 15 dan 20 itu, pasti ada perkembangan, kan. Kita bisa tau sejauh mana, sebanyak apa kita berkembang kalau kita menghitungnya. 
(Mbak Ollie kalau aku salah mengartikan.. just tell me ASAP ok)


Terus, buku apa, membaca yang kayak gimana sih yang bisa mendatangkan ide-ide dan pemahaman buat menulis?

Buku yang sesuai kebutuhan.

Kayak hidup, buku menawarkan banyak pilihan yang bisa kamu ambil. Tinggal kamu pikir aja, apa sih yang kamu pengen tau dari dunia ini? Ide apa yang kamu butuhkan? Pemahaman apa? Terus bacanya buat apa? Buat bikin tulisan? Buat sekedar ilmu? Buat ngisi waktu kosong aja?

Contohnya, aku lagi kepengen tahu tentang bumi ini.. karena aku kepengen nulis tentang bumi. Bukan dunia, tapi bumi ya yang lagi kita injek sekarang. Akhirnya, aku pergi ke perpustakaan ITB dan baca bukunya Kent C. Londre, judulnya Earth as Evolving Planetary System. 

Meskipun bacanya belum tamat, tapi rasanya bener-bener beda. Sebelumnya, aku nggak tau harus memulai nulis tentang keadaan bumi kayak gimana. Tapi abis baca ini, aku bisa ngebayangin keadaan bumi.. pake perasaan. Karena aku ngerti sejarahnya kenapa bumi bisa kayak sekarang ini.

Buku yang enak dibaca.

Sebelum masuk ke tahap ini, kamu harus tau dulu tahap sebelumnya. Kebutuhan dan prioritas kamu. Kalau udah, baru tahap dua ini bisa dilakukan.

Ketika kamu terkecoh review atau cover buku yang menunjukkan bahwa itu adalah buku yang kamu butuhkan, tapi kenyataannya bukan.. Ya nggak usah dibaca. Nggak sekarang. Ngga enak juga bacanya. Waktu yang kamu punya itu terbatas, jadi lebih baik kamu utamakan buku yang bener-bener kamu butuhkan. Sekarang. Banget.

Misalnya, aku beli bukunya Haruki Murakami. Tapi, kan tujuan aku membaca aku yang paling penting sekarang itu bukan buat menghibur diri? Aku butuh buku yang membantu aku buat memahami bumi dan geografisnya. Ya gimana, kan nggak enak. Gak nyambung gitu loh. Lebih baik tunda dulu aja baca Murakami-nya.

Nggak ada pilihan buku yang jelek. Yang ada cuma prioritas. 
(Hmmm sounds so baper)

Bacalah dengan sadar.

Selama baca, aku keseringan nggak sadar. Biasanya kalau udah baca, ya udah yang ada di teks aja. Tapi itu nggak baik. Membaca itu harus sambil sadar dengan kehidupan yang lagi dijalani. Kalau di Reading Comprehension IV, bilangnya critical reading. (YaAllah, bener deh rasanya pengen memutar balik waktu dan ajak miss Nia ke sana, huhu).

Setiap baca buku, mbak Ollie nggak pernah cuma bawa buku. Pasti ada pulpen. Stabilo. Highlighter. Post-it. Ketika mbak Ollie menemukan kata-kata yang dia rasa ada hubungan dengan dirinya, kehidupannya, atau pemikirannya, pasti selalu mbak Ollie tandai. Kalau perlu, kasih notes. 

Dengan baca sambil 'sadar', kita bisa lebih menyatu dengan teks. Pemahaman yang didapet bakalan jauh lebih banyak dibanding kalau kita nggak ngapa-ngapain selain 'cuma' baca. Ya kayak aku, kalo udah baca buku seringnya menguap tuh kata-kata. Lupa apa aja yang ada di dalemnya. 

Kenapa dikasih notes?
Manusia itu ditakdirkan untuk jadi pelupa. 
Makanya, Nulis.
-@salsabeela


Bacanya serius, dong!

Kata mbak Ollie, kalau mau baca itu harus serius. Nggak cuma nyaman aja. Nyaman memang butuh, biar kita jadi lebih fokus dan bisa menyerap dengan baik. Tapi kalau ditambah serius, hal-hal yang mau kamu ketahui juga datangnya bisa dengan serius. Nggak main-main cuma lewat aja.

(plis kenapa sounds so baper? i don't even try dude)

Sebelum baca, mbak Ollie seneng banget mandi. Pake baju yang rapi. Wangi. Dandan lah sedikit, kayak mau kencan sama buku. Baca buku itu jangan sambil tiduran. Kalau sambil tiduran, ya setiap baca buku kamu akan ngerasa dinina bobo-kan sama buku. Kamu tersugesti jadi ngantuk.

Dan selama ini aku seringnya baca buku.. sambil tiduran. *nangis*



Tips-tips di atas adalah yang aku ringkas dan aku dapatkan dari mbak Ollie. Tapi, serius deh. Ini samasekali belum sampai satu pertiga dari keseluruhan hal yang aku dapet dari meet up tersebut. Coba deh liat cuplikan video di atas. Masih banyak sesi lain. 

Susah, kalau dateng ke acara tapi ilmunya bener-bener membekas di hati. Yang mau disampaikan jadi berkembang dengan sendirinya.

But well.. that's it.
Aku akan lebih banyak baca lagi biar menulisnya nggak tersendat-sendat. Dan baca, sekarang udah nggak perlu beli buku atau ke perpus lagi, kok. Banyak perpustakaan digital macem PaDi. Asal niat aja nyarinya, pasti ketemu apa yang dicari. There is a will, there is a way.

Jadi, apa prioritas bacaanmu?

15 komentar:

  1. hmm.. sepertinya mbak Olie ini benar-benar menginspirasi, ya. gue setuju tuh kalau membaca harus serius, harus fokus, nggak cuma nyaman doang. biar bisa meresapi esensi2 yang ada pada tulisa sih :) nice tips btw..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gimana nggak, buku yang ditulis sama beliau aja udah puluhan :')
      Ya, thanks to mbak Ollie~

      Hapus
  2. membaca membuat kita punya wawasan luas dan bisa memaknai dengan jernih. Membuat hati kita juga jadi peka dan halus

    BalasHapus
  3. Waah, kayaknya seru banget acaranya :")

    Emang sih, tips menulis paling klasik: banyakin baca dan banyakin nulis. Dan emang bener. Kalo nulis aja tapi gak baca kita jadi gak punya komparasi, gak tau apakah apa yang kita tulis kira-kira udah cukup bagus atau belum. Kalau baca aja tapi ga nulis... ya sama aja boong. Tujuannya tadi kan supaya pengen jago nulis wkwk.

    Aku pengen deh bikin tulisan fiksi. Tapi sampe sekarang masih belum mampu, entah kenapa ._. (seringnya nggak bisa nemu jalan cerita yang pas, atau nggak bisa bikin karakter tokoh yang ngena. Akhirnya discontinued. Hikz.)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling klasik tapi paling essensial XD

      Susah banget sih fiksi, harus konsisten dan tantangannya banyaaak. Kalau udah ngerasa 'sejiwa' sama topiknya sih harusnya lebih kuat buat melanjutkan, ya. #ciegitu. Semangaat XD

      Hapus
  4. Kalau kata Pramudya ananta.. menulis adalah pekerjaan keabadiaan..

    Jadi menulis bukan pekerjaan yang mudah memang..

    Baca tulisan di atas.. kembali dipompa semangatnya untuk kembali menulis ...

    Trims mba Safira ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya lah, tulisan itu abadi meskipun penulisnya udah mati. Jadi, ya menulis adalah pekerjaan keabadian. Setuju!~

      Sama-sama ^^

      Hapus
  5. Membaca lebih intelek ketimbang menulis, sebut Borges. Dan emang, menulis adalah perpanjangan dari membaca. Salah besar yg mengaku penulis, atau yg bercita-cita, hanya menjadikan membaca sebagai kerja sampingan.

    BalasHapus
  6. Uti fira mamam mulu :P haha

    btw, aku udah refleks jadi pembaca yang sadar. Makanya aku itu tipe pembaca yang ribet banget lol
    Tapi itu emang seru karena setiap buku yang lagi dibaca serasa bermakna. Dan kadang kita ga punya banyak waktu buat ngulang baca kalo kita lagi butuh kembali buku tsb. Ketika kita sudah membiasakan diri menjadi pembaca yang sadar itu bisa membantu, karena banyak hal-hal penting yang ditandai, tulis ulang, dsb.
    as usual, your writing always inspiring sista! ^^

    Oya, aku juga mauuuu rekomendasiin aplikasi menulis untuk pengguna android, karena waktu itu temen aku iOS gabisa download.
    nama aplikasinya Writeometer. Keren deh!
    Cek dulu aja, mungkin nanti bakal aku review di blog aku hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haaa aku mah apa atuh :')
      Makasihhhh Aul :D

      Iya writeometer keren banget tapi aku belum bisa berkomitmen kayak gitu.. Masih mengandalkan perasaan biar tulisannya lebih dalam XD

      Hapus
  7. AKU ADORE SEKALI TULISANMU YANG INI!!!!!! *hug safira*
    banyak sekali yang aku setujui disini... dan aku adalah orang yang suka banget sama baca buku dan nulis sejak SD.

    aku baca beberapa buku yang kamu sampaikan di atas, dan kepikir mau beli after honeymoon karenamu nih, maklum umur udah tua dan siap dilamar... sepertinya akan butuh sekali buku itu hihihi thanks Saf!

    anyway.....
    hal yang dilakuin mbak Ollie, sekarang ini aku punya kebiasaan kaya gitu. pasang post it di lembaran buku yang aku tandai (biasanya hal-hal mengharukan dan quotenya 'aku' banget), and I need pencil buat ngegarisin quote itu. kalau pakai pulpen ga tega sama bukunya hahahahah (maaf aku orangnya menganggap buku layaknya anak sendiri).

    bener itu.. kalau mau nulis harus banyak baca. aku nulis review aja harus baca blog orang dulu baru lancar mood dan nulisnya hahaha. apalagi kalau nulis buku.
    orang-orang yang udah nerbitin buku pasti udah melahap buku sebanyak apa ya .. keren sekali. berharap bisa seperti mereka.
    *malah curcol. maap*

    aku setuju dengan poin-poin di atas, dan kamu menambahkan "buku yang enak dibaca" yang berarti disitu harus menyesuaikan buku yang kita prioritaskan dengan kebutuhan kita... hhohohoh makasih Saf. kadang aku baca buku random sesuai mood. perlu diingat sekali poin ini*


    AH SUKA POST INI POKOKNYA!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. YaAllah sampe speechless ini kenapa tulisanku bisa mengundang perasaan sebegini banyak keluar XD
      Pokoknya After Honeymoon wajib baca buat siapapun!

      yuk ah lebih teliti dan selektif lagi baca bukunya, biar nulisnya juga lebih efektif~

      Hapus

Aku jarang balas komentar di sini, kalau mau jawaban yang fast response boleh DM ke Instagramku (atau twitter) di @safiranys ya!

COPYRIGHT © 2017 · SAFIRA NYS | THEME BY RUMAH ES